Senin, 29 Desember 2014

keteguhan atas konsistensi



Ada dua orang yang melihat semut sebagai hewan kecil yang rakus, hanya karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh lebih banyak dari panjang usia yang mungkin di jalaninya. Bahwa nama semut menjadi sebutan bagi salah satu dari 114 surat Al-Qur’an, memang tidak menjadi jaminan mereka tercela atau tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan Al-Kafirun atau nama-nama lain seperti anjing (Qs Al-A’raf: 176), kera dan babi (Qs. Al-Maidah:60). Tetapi kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut dalam kitab suci, seperti surat An Naml dan  An Nahl?
Konon bila ada seekor semut berjalan berputar-putar atau zigzag, maka artinya ia memang sedang bertugas mencari bahan makanan bagi kaumya. Bila menemukan sepotong daging kembang gula atau objek lainnya, di jamin ia tak akan menghabiskannya atau mengangkatnya sendirian. Ia akan berputar-putar sejenak untuk mengukur dan menghitung berapa pasukan semut yang diperlukan. Pulang ke sarang ia berjalan lurus dengan melepaskan asam melalui ekornya yang akan menjadi garis navigasi bagi para pekerja yang akan melaluinya dengan disiplin. Coba-cobalah meletakkan sekeping cokelat atau gula di tepi garis asam semut itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian akurat semut menggunakan  institusinya yang mengajarkan  manusia kapan musim hujan dan kapan musim kemarau akan datang, demikian pula disiplin mereka. Menimbun logistik untuk musim yang lebih panjang dari usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan kaum dan bangsa.
Jangan coba-coba menaburkan gula atau kue manis dekat-dekat garis itu. Karena pasukan semut takkan terangsang oleh provokasi atau jebakan itu. Ghayah dan ahdaf (tujuan dan sasaran) mereka jelas. Amal jama’i mereka kompak. Disiplin mereka tinggi. Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut eksekutor  telah siap dengan kepala dan taring  yang besar untuk memenggal kepala semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi. Betapa mahalnya harga yang yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian pasukan artileri yang ditempatkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di bukit pada Perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan meninggalkan front tanpa komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak pernah sepedih itu duka dan gundah yang dirasakan kanjeng Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Bila jenis serangga ada yang bersuara, itulah nahl lebah yang di perintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung, di pohon-pohon, dan rumah-rumah manusia (Qs An Nahl :68). Mereka disuruh memakan yang baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi kesehatan dan penyembuhan. Mereka berdengung di sarang seperti pasukan mujahid Muslim di zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, mendengungkan dzikir di malam hari setelah sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad membela kebenaran. Mereka tidak suka mengganggu siapapun, namun jangan coba-coba melempari sarang lebah, mereka akan datang full team membalas setiap agresor. Muslim yang tak bersengat bekerja seperti semut, dan yang sudah bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpamaan seorang Muslim seperti Lebah, tak makan kecuali yang baik dan tak keluar p ula dari perutnya kecuali yang baik.

Mentalitas Rendah
Seorang manusia sejati tidak akan terkesiap hanya oleh kemilau benda-benda, daya tarik alam semesta dan segala hal yang fana, kecuali ia menisbahkan semua itu kepada sang Pencipta. Ia wujud sejati dan ia selalu jadi tujuan. Sementara manusia yang bermental anjing, jika ia setia, ia setia kepada sepotong tulang, bukan pada pemberi tulang. Ia menggonggong dengan suara lengkingan yang jauh lebih nyaring dari tuannya. Jangan tanya komitmen, ia takkan  mengerti. Itulah sebabnya tak ada tuah pada pribadi, tutur, dan tindakan mereka yang menggadaikan hidup dan ilmunya untuk kepentingan materi sesaat. Mereka tak bisa mengenali dan tak waspada ataupun ngeri apakah rezki yang mereka dapat dengan penyelewengan itu menjadi karunia atau istidraj (uluran).
Namun masih ada  jenis anjing yang membuat kita ingat akan betapa tinggi nilai ilmu. Bila engkau melepas anjingmu, dengan bismilah, lalu ia membunuh buruannya, lihatlah apakah ia melukai buruanmu di tempat yang tepat atau mencabik dan memakan  daging hewan itu. Yang pertama berburu untuk tuannya, karenanya buruan itu sembelihan yang halal di makan dan yang kedua berburu untuk dirinya, karena itu buruan itu bangkai yang haram dimakan. Catat hari kelahiran seekor babi jantan, tunggu sampai usianya layak kawin. Lihatlah betapa dengan ringan ia gauli ibunya di depan kesaksian bapak kandungnya yang asyik melahap makanannya termasuk kotorannya sendiri. Jangan tanya hewan itu Apa bapak tidak cemburu? Ia takkan buka kamus untuk mencari arti cemburu, karena entri itu memang tak pernah ada dalam kamus mereka atau mereka memang tak punya kamus.


Disiplin, Pahit tetapi sehat.
Syaikh Amin Syinqithy membuktikan betapa Allah memberikan keberkahan bagi umur kita. Ketika murid-muridnya terheran-heran, apa mungkin orang bisa menghatamkan Al-Qur’an dalam sekali salat malam, ia membuktikannya. Betapa rapi bacaannya. Betapa merdu suaranya, betapa nikmat salat bersamanya. Selebihnya, cukup waktu untuk bekerja. Pada ashar hari kamis di akhir pekan, seorang kader dakwah seperti dituturkan Imam Hasan Al-Banna keluar dari bengkel tempat ia bekerja. Malamnya ia sudah memberikan ceramah di sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya. Esok Jum’atnya ia berkhutbah dengan bagus di tempat lain yang cukup jauh. Asharnya ia memberikan pengarahan pada sebuah Mukhoyam (camping) yang diikuti oleh ratusan pemuda da’i berbagai penjuru. Lepas Isya, ia menyampaikan arahan pada sebuah dauroh besar. Ratusan kilometer dalam 30 Jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan. Namun esoknya, dengan wajah cerah cemerlang dan hati yang tenang, ia telah tiba di tempat kerjanya lebih cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang baru diselesaikannya.
Sembilan tahun agresi pasukan musyrikin Quraisy dan yang lainnya ke Madinah telah menyibukkan Rasulullah dengan 27 kali (pertemuan yang beliau pimpin langsung) dan 35 kali sariyah (yang di pimpin para sahabat). Serbuan yang bertubi-tubi ini potensial membuat lemah fisik dan mental, dan masuk akal bila beliau dan para sahabat memanfaatkan waktu jeda yang rata-rata sebulan atau sebulan setengah untuk berleha-leha. Namun ternyata justru waktu itu diisi dengan banyak kegiatan, dari mendidik para politisi, panglima perang, hakim, diplomat sampai merangkak dengan anak-anak di punggungnya atau dalam beberapa riwayat dan momentum yang berbeda, berpacu jalan dengan keluarga atau beramahtamah dengan rakyat jelata. Ia pemimpin besar yang menggetarkan banyak bibir kekaguman. Ia panglima besar yang akurat dalam memimpin setiap pertempuran. Ia guru yang melahirkan kader handal. Ia suami yang membuat istrinya kebingungan saat ditanya momen-momen apa yang paling mengesankan semasa hidup bersamanya. Momen mana yang tidak mengagumkan, (ayyu amrihi lam yakun ajaba?!), jawab Aisyah, ummul mu’minin radhiyallahu ‘anha.

Kemapanan; Ancaman titik Balik
Penduduk asli kota-kota besar yang datang beberapa generasi sebelum ini, bagaikan pendaki gunung yang kelelahan dan tak bernafsu lagi untuk berprestasi. Dengarlah jawaban tiga anak-anak tanggung dari tiga kelompok, ketika masing-masing  ditanya kemana Ayah mereka. Yang pertama menjawab: kerja, karena etnik ini lebih pas menjadi birokrat. Yang kedua menjawab cari uang, karena lebihsreg dengan berdagang. Yang ketiga, penduduk asli tersebut menjawab: tidak ada, yang justru karena itu sang tamu bertanya. Mampukah abi-ummi, sebutan bagi sebuah generasi baru menyelamatkan anak-anak mereka menjadi ikhwan akhwat setelah dari masyarakat sekuler mereka berhasil hijrah ke alam baru. Anak- anak mereka tidak merasakan pedih perihnya keterasingan dan pahitnya kebencian. Mereka hanya tahu di rumah mereka ada telah ada televisi, video, VCD dan perangkat hiburan lainnya. Sebagian telah menikmati taraf hidup lebih baik. Sebagian lagi malah telah memasukin dunia jetset dan orang tua yang selebritis.

Jawabnya sangat tergantung kepada komitmen dan integritas masing-masing, sesudah yang terpenting hidayah Allah. Derita dingin malam dan lapar siang, tetap selalu dapat dirasakan oleh si kaya dan si miskin. Rasa sepenanggungan masih tetap dihayati oleh veteran-veteran ghuraba yang kini berdasi dan bermersi. Namun dendam kemiskinan kerap menghinggapi mereka yang tak siap. Dendam itu bisa mengambil bentuk sikap snob, arogan, norak, kufur nikmat dan lupa kacang akan kulitnya. Manusia tetaplah manusia, apapun posisi mereka sebelumnya. Hajjaj bin Yusuf At Tsaqafi adalah seorang guru dan hafiz Al-Qur’an, penyair dan panglima yang ulung sebelum menjadi penjagal ulama dan mujahidin, bagi kepentingan dinasti Bani Ummayah. Qarun berasal dari kaum Nabi Musa yang mendapat suara Bani Israil untuk mewakili perjuangan mereka, sebelum akhirnya ia menjadi antek setia Fir’aun dan menghianati konstituennya. Wallahu ‘alam bisshawab

 -dari berbagai sumber-
garut kota
8 rabiul awal/29 desember 2014

Kamis, 11 Desember 2014

#refleksi 2


Seseorang berkata kepada sayyidina ali bin abi thalib ra
“Ya Ali kulihat sahabat-sahabatmu begitu setia sehingga mereka banyak sekali, berapakah sahabatmu itu?”
Sayyidina Ali menjawab
“nanti akan kuhitung setelah aku tertimpa musibah”

Sahabat yang benar itu berjumpa karena keterikatan hati dengan saling mencintai karena Allah,
perjumpaan karena Allah dan perpisahanya pun karena Allah.

Dewasa ini kita lihat negeri ini berbagai serambi politik legistalif,anggota partai hingga anggota poliso dan tni
Bersitegang,haqqul yakkin ada niat selain karena Allah.

Dan saat ini ucapan sahabat Ali,benar adanya. satu persatu mulai meninggalkan...

Kemenangan yang Besar


“Kami pernah berembuk, siapakah di antara kalian yang bersedia datang kepada Rasulullah, untuk menanyakan kepada beliau tentang amal apakah yang disukai Allah? Namun tidak ada seorang pun dari kami yang beranjak bangun. Kemudian Rasulullah mengutus seseornag kepada kami, yakni surat ash-shaff secara keseluruhan” HR. Imam Ahmad

"Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.( 1-4)



Maha besar Allah, sebelum menyebutkan kata benci dan cinta, Allah hujamkan dahulu kekuasaanNya. Bahwa kebencianNya, pada dia yang sering berkata namun tidak ada yang diperbuat( pelajaran untuk yang nulis ini) da begitu amat mencintai bagi orang yang berjihad dijalan Allah dalam barisan yang teratur. Ibn Abbas mengatakan yakni teguh, tidak akan tumbang, masing-masing bagian merekat erat dengan yang lain. Qatadah menafsirkan, Tidakkah engkay perhatikan pemilik bangunan, bagimana ia tidak ingin bangunanya itu berantakan
Adapun bangunan yang kita pahami, terdiri dari pondasi, beton, semen, air, pasir cat, kusen dan lainya. Semua disatukan, air, semen, pasir bersatu diaduk-aduk. Ada pergesekan disana, lalu dibuat bersatu dengan beton dengan ditopang sementara oleh kayu, setelah terkena sengat matahari dan kering. Penahan kayu dibuka, lalu permukaan yang kasar dihasilkan dengan semen halus, diratkan dengan plamir lalu agar terlihat indah ditutupi dengan cat yang berup-rupa warna.
Begitulah dakwah jamai ini, kita dilahirkan dan dibesarkan dengan kultur berbeda dan memiliki latar dan keilmuan yang berbeda. Ketika kita akan merapatkan barisan, ujian kita adalah mengenal dan memahami hingga tingkatan ukhuwah paling tinggi, saling itsar,mendahulukan kepentingan saudara daripada kepentingan sendiri. Pergesekan perbedaan pendapat, baiknya kita sikapi sebagai vitamin dakwah ini, jika dosis tepat gerak langkah dakwah ini semakin sehat, namun sebaliknya jika kurang tepat, akan menggelayuti membuat cucuk dan duri dalam tubuh dakwah ini naudzubillah.
Dalam kesatuan amal jama’i ada diantara kita yang mendapatkan nilai tinggi karena ia betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan, kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya menggairahkan dan menenteramkan. Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.

Karenanya jangan ada diantara kita yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa berusaha meningkatkan kualitas dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW:Siapa yang lamban beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya. Makna proses pembinaan(tarbiyah) itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus menerus menempel dan tergantung pada orang lain. Meskipun kebersamaan itu merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian sunahnya. Sebab kalau mau, para sahabat Rasulullah SAW bisa saja menetap dan wafat di Madinah, atau terus menerus tinggal ber-mulazamah tinggal di masjidil Haram yang nilainya sekian ratus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian ribu kali. Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di Ma’la. Tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu mil dari negeri mereka.

Sesungguhnya mereka mengutamakan adanya makna diri mereka sebagai perwujudan firman-Nya: Wal takum minkum ummatuy yad’una ilal khoir. Atau dalam firman-Nya: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnasi (Kamu adalah sebaik-baiknya ummat yang di-tampilkan untuk ummat manusia. Qs. 3;110). Ummat yang terbaik bukan untuk disembunyikan tapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan perhatikan. Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya. Jangan ada lagi diantara kita yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan. Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus mempengaruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya. Seharusnya dimanapun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan-kawasan kebaikan, kawasan cahaya, kawasan ilmu, kawasan akhlak, kawasan taqwa, kawasan al-haq, setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan jahiliyah, kezaliman, kebodohan dan hawa nafsu.
Dimanapun dia berada terus menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da’wah ini, tumbuh dari seorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang. Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna, "Antum ruhun jadidah tarsi fi jasadil ummah". Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ´Adn. Itulah keberuntungan yang besar.(10-12)

Allah telah telah tawarkan perniagaan yang tidak pernah rugi kita transaksinya. Yaitu tegakan kalimat tauhiid di bumi Allah! Jihad(sungguh-sungguh) dijalan Allah dengan jiwa dan harta. Jangan ada sesudah ini, ada diantara kita yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk merasakan eksistensi dirinya. Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai hamba Allah SWT, ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat orang. Kemana-pun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena Allah senantiasa ber-samanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat dan alam semesta senanti-asa. Kehebatan Namrud bagi Nabi Ibrahim AS tidak ada artinya, tidaklah sendirian. ALLAH bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya. Api yang berkobar-kobar yang dinyalakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu korps dengannya dalam menu-naikan tugas pengabdian kepada ALLAH. Alih-alih dari menghanguskannya, justeru ma-lah menjadi "bardan wa salaman" (penyejuk dan penyelamat). Karena itu, kita yakin bahwa Allah SWT akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang Da’wah sesuai dengan janji-Nya, In tansurullah yansurukum wayu sabit akdamakum (Jika kamu menolong Allah, Ia pasti akan menolongmu dan mengokohkan langkah kamu)

Semoga kita senantiasa mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Allah SWT ditengah derasnya arus dan badai perusakan ummat. Kita harus yakin sepenuhnya akan pertolongan Allah SWT dan bukan yakin dan percaya pada diri sendiri. Masukkan diri kedalam benteng-benteng kekuatan usrah atau halaqah tempat Junud Da’wah melingkar dalam suatu benteng perlindungan, menghimpun bekal dan amunisi untuk terjun ke arena pertarungan Haq dan bathil yang berat dan menuntut pengorbanan.

Disanalah kita mentarbiah diri sendiri dan generasi mendatang. Inilah sebagian pelipur kesedihan ummat yang berkepanjangan, dengan munculnya generasi baru.Generasi yang siap memikul beban da’wah dan menegakan Islam. Inilah harapan barubagi masa depan yang lebih gemilang, dibawah naungan Alqur-an dan cahaya Islam rahmatan lil alamin.




Kostan Pa Haji, 02.30 (18 safar 1436)


-terinsipirasi dari tulisan Sang Murabbi, KH Rahmat Abdullah-






Rabu, 10 Desember 2014

refleksi

banyak saudara yang kemudian menunjukkan kepedulian dengan saran, masukan, kritik, bahkan cerca, dan kecaman. Semuanya memperkaya jiwa; mereka menunjukkan kelebihan maupun kekurangan diri yang takkan saya sadari tanpa respons mereka.

Senin, 08 Desember 2014

Cause everything u want from me too high . .

Cause everything u want from me too high (vertical horizon)

Ketika seseorang menjalani amanah yang diberikan, orang2 disekeliling dan yang dipimpin selalu mengharapkan yang lebih baik dari keadaan yang ada sekarang. Itu merupakan hal yang wajar ketika orang2 ingin mengubah keadaanya dan lingkungan menjadi yang mereka citacitakan. Namun terkadang mereka sering terjebak oleh keadaan yang menciptakan diri mereka "diluar". Mereka merasa itu bukan bagian saya,itu bagian dia(pemimpin) yang merubah ini, merubah itu. .
Hmm, aneh,mereka yang punya cita2 tpi mereka punya perasaan bhwa mewujudkanya itu bukan dari bagian kerja mereka tetapi bagian kerja dia. .

Mereka mengganggap pemimpinya mampu mengerjakan sndrian, dn dapat mengatasi sendrian.
Terlalu mengharapkan yang lebih darinya.


Namun ketika berjalan pelaksanaanya,sikap baik sang pemegang amanah terkadang disalah artikan, ya mereka kesel lh,mengapa bgni tida sesuai keinginanya, dan parahnya (lagi) mereka hanya skedar berucap tida berbuat.

Yuu,kita introspeksi masing2. Sang pemegang amanah mungkin belum baik dalam mengkomunikasikn maksud dan tujuanya shingga menimbulkn kebingungan untknya.
Dan yang dipimpin pun sama, bareng2 dalam berbuat,koreksilh atas dasar mengingnkn kbenaran bukan "kmenangan diri"

bukankah domba yang bergerombol akan membuat gentar srigala dibanding domba yg brjalan sndirian?

4 mei 2010 kamar 12 asrama POLBAN

-dan saat ini masih relevan-

Selasa, 02 Desember 2014

sarjana 6 tahun

“Kunaon teu acan angkat ngaos?”

Tanya mama waktu subuh ke saya,sibungsu, biasanya waktu saya umur 4-9 tahun pagi-sore berangkat ke TPA(taman pendidikan alquran). Pagi itu belum hapal satu doa yang jadi pe er, dan kesekian kalinya gagal bohong ke mama :) , pura-pura sakit. Waktu di intrograsi sama mama, dan akhirnya mama tau ga ke TPA karena belum hapal doa. Dengan sikap yang luar biasa(semoga Allah memuliakan beliau), yang harusnya mama udah bersiap pergi ngantor, mama sempatkan waktu untuk ngajarin doa yang jad peer

“Allahumma arinal haqqa, haqqa, warzuqnattiba’ah, wa arinal bathila bathila, warzuqnajtinabah.
Ya Allah, tunjukkanlah yang kebenaran itu sebagai kebenaran, dan kurniakanlah kami kekuatan untuk mengikutinya (memperjuangkannya), dan tunjukkanlah yang batil itu sebagai batil dan kurniakanlah kami kekuatan untuk menjauhinya (menghapuskannya).


Sampai hapal. Dan saya segera ke TPA dengan diantar mama yang udah terlambat pergi ke kantor.

Salah satu cerita, tentang bagaimana sosok ibu-yang saya panggil mama- yang mengajari pendidikan karakter dan pendidikan agama dengan keluhuran teladanya. Tentang bagaimana mendorong, membimbing dan meneladani anak untuk terus berupaya maksimal mendapat ilmu, pendidikan setinggi-tingginya. Bijaknya mama, tak pernah menuntut saya untuk “berprestasi”, mama bahagia dengan hasil ulangan yang merah dengan diikuti malamnya maksimal belajar. Proses ya, mama hargai proses itu.

Mama yang hantarkan pendidikan karakter-qadarullah- beres saat saya sudah memasuki usia baligh. Ikhtiar beliau dan papa, pun tidak diraih dengan mudah untuk mensekolahkan ke 4 anaknya, yang jarak 3 tahun. You knowlah what I mean, satu lulus smp, yang satu lulus sma, di waktu yang bersamaan. Alhamdulillah kami diajari beliau untuk tidak mengeluh, berbagai pos rumah tangga beliau hemat,-termasuk uang obat beliau-.

Teladan
Teladan ini yang menjadi semangat belajar saya naik, selepas kepergian beliau, salah satu sikap yang beliau wariskan,
jika belum bisa beri manfaat pantang menjadi beban. Mulai sedikit-sedikit berjualan Tupperware, sophie marthin, pulsa elektrik, sandwich-yang dulu si anak wagub ngeborong :), ah rindu momen bahagia pas dagangan habis. Bakda sma, dengan tekad yang masih sama, yang beliau titipkan “ ilmu itu salah satu kunci bahagia dunia diakhirat jadi harus dikejar”. Dengan bermacam pilhan pendidikan kuliah asrama yang ditanggung pemerintah, saya daftar AKMIL(akademi militer) walau kata orang jauh wajah saya jauh dari bakat tentara,heheh! Alhamdulillah terhenti di test ke-7 dari 9 test total. PErasaan sedih hal yang mausiawi, tapi inget lagi pesan beliau “jika belum bisa beri manfaat pantang menjadi beban”, biar teteh dan aa ga tau dirumah, perasaan sedih. Bakda pengumuman Saya jalan dari ajendam cihampelas, sampai ke rumah antapani. Sedikit berkurang lah sedihnya, nya era atuh maenya dijalan rek kokosehan plus jojorowkan mah :).

1 bulan setelah kejadian itu belum putuskan mau lanjut pendidikan kemana, dengan kemampuan saya saat ini. Sempat terlintas, 1 tahun berkarya dulu, sambil coba persiapan akmil tahun depan. Teteh, ga setuju, kata beliau lanjutin walau d3, karena d3 faktanya nanti lulusanya lebih mudah bekerja. Dengan dorongan ini, dan dibantu sama teteh untuk semester 1,(Alhamdulillah nuhun), yu ah kuliah. Dengan jarak kerumah 30 km, saya juga pilih untuk ikut seleksi asrama kampus, biar akses lebih mudah dan latih mandiri. Alhamdulillah, niat baik, man jadda wa jadda, Allah beri jalan-walau memang tidak mudah- 6 semester lulus plus bisa magang di batam, dan jalan-jalan negeri sebelah, dengan ikhtiar dan tekad masih sama jika belum bisa beri manfaat pantang menjadi beban. Ada saja rezeki dari hasil ikhtiar sambung nyambung tiap bulanya. Allahu Ghoniiy.


PAsca lulus D3, Allah hadirkan lagi kemudahan, 1 minggu setelah sidang sudah dapat pekerjaan. Alhamdulillah, cukuplah untuk hidup bujang mah :). Satu tahun fase penyesuaian, ingat pesan beliau, ilmu itu kunci bahagia dunia akhirat jadi harus dikejar! Bener-bener dikejar, dapat kampus yang jaraknya 45 km dari jarak kostan di cileungsi-sunter. Memang sebelumnya dapat rezeki di kampus kuning(YELLOW JACKET), qadarallah saat daftar ulang baru tau jadwal kuliah tidak pas dengan jadwal kerja. :”). JAdi tetap pilih jarak kampus yang 45 km, dengan pertimbangan dosen ada yg praktisi dan bisa lulus 2tahun-inget umur-. Bismillah, biidznillah, perjalanan kuliah sambil bekerja dengan perjalanan 110 km per hari bisa diselesaikan tepat waktu, pola tidur yang berubah, dan pastinya perut semakin maksimal karena makan lebih dari jam 9.

Allah Maha Baik, banyak perhitungan yang tidak masuk kalkulator manusia, tapi bersiaplah dengan kejutanNYa :) . Ya saya lah si sarjana 6 tahun, bukan gelar atau prosesi nya yang membuat bahagia adalah Allah beri kesempatan diri ini untuk menambah kemampuan diri belajar upgrade kemampuan, mudah-mudahan sedikit banyaknya bisa bawa manfaat untuk umat. Semoga!

“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim)

tarbiyah dzatiyah

Tiada arti sebuah keberhasilan proses tarbiyah rasmiyah (pendidikan formal) tanpa dibarengi kemampuan seorang muttarabby (anak didik) dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai nukhbah (kader) yang dinamis, sensitif dan bijak (hay, hassas, hakim). Cermatilah kecermelangan tarbiyah dzatiyah (pendidikan diri) tokoh-tokoh sejarah berikut.

Keluarga Nabi Ibrahim as

Ummu Ismail tak berhasil mencari jawaban dari Nabi Ibrahim kenapa sang suami tega meninggalkan mereka di lembah tak bertanam, tanpa kerabat dan bekal kecuali sekantung makanan dan minuman untuk hari itu. Maka ia mencoba mencari pertanyaan lain yang mencairkan segala yang beku, membukakan yang buntu, dan memudahkan segala yang mustahil: “Allahkah yang menyuruhmu meninggalkan kami disini? Tanya Ummu Ismail. “Ya,” jawab Ibrahim. “Bila demikian pastilah Ia tak akan menyia-nyiakan kami, sahut Ummu Ismail.
Pada kondisi paling kritis dan dilematis itu, ia berhasil mengambil keputusan terbaik. Padahal sangat manusiawi, bila ia meminta agar Allah melimpahkan bahan makanan. Tapi yang ia lakukan justru berdoa agar keturunannya menegakkan shalat agar sebagian umat manusia mencintai mereka, baru kemudian ia minta agar Allah memberikan mereka rizki buah-buahan (Qs. Ar Ra’d: 37). Ia memang seorang pemimpin visioner.

Atau betapa bijaknya Ismail alaihissalam ketika ayahnya mengungkapkan,

“Aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu.” Ismail menjawab, “Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan temukan daku termasuk orang-orang yang sabar.” (Qs. Ash Shaffat:102)

Berbeda sekali dengan jawaban Yam bin Nuh yang telah menyaksikan langit pecah menumpahkan air berderai-derai dan bumi membelah mengeluarkan banjir bandang, lalu menjadi panduan ombak yang menggunung. Ternyata, ia masih yakin dapat berlindung ke bukit dan enggan bergabung dengan bapaknya dalam bahtera penyelamat (QS Hud:42-44). Inilah tanda-tanda kegagalan tarbiyah dzatiyah dan dominasi pandangan khas materialisme, yang kurun ini kian merebak.

Nabi Yusuf As

Di tengah paksaan istri pembesar Mesir yang mengajaknya berbuat mesum, Yusuf as menjawab, “Aku berlindung kepada Allah”. Dan ketika istri pembesar Mesir memprovokasi suaminya untuk menjatuhkan hukuman atau memenjarakannya, Yusuf mengajukan pembelaan yang sangat tegas dan polos, “Dia yang merayu diriku”. Hal yang di belakang hari dijawabnya dengan kata-kata yang lebih dewasa dan elegan.
Ketika raja memintanya untuk datang ke istana karena kecermelangan mentakwil mimpi, Yusuf menyuruh sang utusan kembali untuk menanyakan kisah wanita-wanita yang mengiris-iris jari mereka sendiri saatYusuf melintas. Maka ia tak perlu lagi mengatakan, Dia (istri pembesar Mesir) yang merayuku. “Justru istri pembesar Mesir yang semula main penjara dan siksa, kini mengaku bahwa ia yang merayu dan Yusuf menjaga diri.

Para sahabat dan Tarbiyah Dzatiyah

Lembaran sejarah para sahabat juga memberikan bukti keberhasilantarbiyah dzatiyah. Di saat anak-anak bangsa menjadi kolaborator asing dan membenamkan negeri mereka ke kancah kehinaan, Ka’ab bin Malik menjadi contoh paling orisinil bagi kesetiaan, kesabaran, instropeksi diri dan kerendahan hati. Ia tidak tergiur oleh surat rayuan raja Ghassan yang menawarkan suaka politik: “Kudengar bosmu memboikotmu, padahal tak pernah engkau di (perlakukan) hina. Berangkatlah kepadaku, nanti aku santuni (muliakan) engkau.” (HR. Bukhari, Muslim dll.) Dengan cepat ia bakar surat itu, inilah dia bala’ yang sebenarnya,” katanya.
Atau Abu Rabi’, pembantu urusan harian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Melihat kesetiannya, Rasul menawarkan apa kiranya yang diinginkannya. “As’aluka murafataka fi jannah,” (aku meminta untuk tetap dapat menemanimu di dalam surga), pinta Abi Rabi’. “Nah, bantulah aku untuk dapat menolongmu, dengan banyak bersujud, jawab Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Ia menuntut sesuatu yang jauh di atas nilai-nilai bumi dan sang guru menyiratkan jalan sejati menuju kebahagiaan sejati, suatu ungkapan yang bernuansatarbiyah dzatiyah.

Kegagalan Tarbiyah Dzatiyah

Beberapa episode perjalanan Bani israil bersama Nabi Musa mengatakan kita betapa pentingnya tarbiyah dzatiyah. Mereka tahu kedatangan Nabi Musa untuk misi penyelamatan. Apapun yang mereka alami, kemenangan adalah kepastian. Namun, mereka gagal ( QS. Al A’raf :128-129).
Tenggelamya Fir’aun di laut dan selamatnya Bani Israil dari Fir’aun, tak menyisakan setitikpun keraguan untuk memasuki bumi suci yang dijanjikan (Al Maidah :20). Namun peristiwa itu seperti terjadi tanpa kuasa Allah. Mereka lebih memandang tubuh besar bangsa Amalek (raksasa) yang menduduki Kota Suci daripada jaminan kemenangan dari Allah. Berita tenggalamya Fir’aun yang perkasa adalah kegemparan yang besar yang mampu membuat siapapun lari tunggang langgang menghadapi pengikut Nabi Musa. Namun mereka justru menyampaikan ungkapan dekil yang khas, agar Musa dan Allah berperang diasana, baru setelah itu mereka masuk.
Karenanya, mereka dikutuk. Berputar-putar di padang Tih, 40 tahun tak dapat memasuki kota suci yang dijanjikan. Allah masih memberikan mereka perlindungan berupa awan yang menaungi mereka dari sengatan terik matahari dan makanan instan Manna dan Salwa. Namun, baru beberapa saat mereka sudah protes, “Hai Musa, kami tak bakal sabar menerima satu jenis makanan. Karenanya berdoalah untuk kami kepada Tuhanmu, agar ia mengeluarkan untuk kami tumbuhan bumi”. (QS. Al Baqarah:61). Perhatikan, bahasa apa yang mereka gunakan di hadapan nabi?

Dimana Kita?

Kita adalah satu di antara dua profil berikut. Alkisah, dua pasang belia membangun rumah tangga. Lepas walimah, sang suami pun harus berangkat lagi membina kader-kader dakwah, kerja yang biasa dilakukannya sampai larut malam. Malam panjang tanpa suami pun menderanya, membungkusnya dalam selimut sunyi lalu melemparnya dalam nyala bara yang menghanguskan keindahan hari-hari madu mereka. Perang pun mulai berkecamuk, “Zauji au da’wati? (Istriku atau dakwahku?).
Dengan mantap sang da’i merangkum kata menang: “Adindaku, kita bertemu di jalan dakwah. Allah melimpahkan kebahagiaan kepada kita dengan membimbing langkah kita ke dakwah yang diberkahi-Nya. Haruskah kita meninggalkannya, sesudah kekuatan itu bersatu dan bertambah untuk lebih meningkatkan kontribusi kita bagi dakwah? Jangan kita langgar janji kita kepada-Nya, sehingga keturunan kita kelak akan tercerai-beraikan oleh khianat kita.”
Tahun-tahun dakwah silih berganti. Ketika bayang-bayang kejenuhan dan kepenatan melintas, istri tercintalah yang tak bosan-bosan mengobarkan semangat dakwah dan pantang menyerah. Sampai anak-anak mereka tak punya pikiran menyuruh tamu-tamu menelpon di lain waktu karena ayahnya sedang istirahat. Mereka berlomba membangunkannya. Ia jadi yakin, dakwahlah yang membangunkannya bukan anak-anak yang berkolaborasi dengan tamu dan penelpon yang tak tau etika itu.
Profil yang satu lagi menghadapi hal yang sama, “istriku atau da’wah?” Satu jurus saja ia jatuh. Ketika dievaluasi, ia menangis dan dan bertekad, hujan, guntur dan badai tak boleh lagi menghalanginya dari tugas dakwah. Dan saat ia telah bersiap melaksanakan tekad dan ikrarnya, tiba-tiba terdengar suara sang mertua. “Mertuaku atau dakwahku?” Sekali lagi ia tersungkur.
Tahun-tahun terbilang, kedua profil ini bertemu, yang satu dengan produk dakwah yang penuh berkah yang lain dengan kemurungan, dunia yang membelenggu dan urusan keluarga yang tak kunjung selesai.

Ust. Rahmat Abdullah- Semoga Allah memuliakan beliau

Senin, 01 Desember 2014

janji hati

3 hari 2 malam,mengikuti pelantikan diklatsar STF,pendidikan dan pelatihan dasar STF, yang kali ini-27 nov 2014 disiapkan untuk angkatan ke-13. Saya yang dulu berhalangan hadir ketika angkatan ke-12, saat ini saya membersamai di angkt ke-13. Sudah disiapkan perlengkapan dari 7 hari sebelumnya, list-list kebutuhan peralatan (banyak) bocoran dari rekan stf 12- jadi semakin pede- untuk ikut, dan tentunya banyak barang pinjam sana-sini :)

Melawan arus kehidupan

Simulasi pagi melawan aliran sungai sampai curug7 secara bersama-sama. Saya lebih merefleksikan bahwa kita saat ini hidup dimasa akhir zaman(arus yang kuat). Tidak bisa kita tolak, mungkin Allah ciptakan diri-diri ini di akhir zaman sebagai jundi yang sedang diuji, untuk tegakan kalimat tauhiid dibumi Allah. Yusuf Al-qardhawi sampaikan dibukunya fiqh prioritas;prioritas beramal pada zaman akhir. Dengan aliran sungai yang dibeberapa spot deras dan terjal,kita tidak bisa hanya diam- karena dengan diam akan terbawa arus. Sehingga perlunya bergerak, dengan strategi, ilmu dan tentunya saling bantu sesama. Dikehidupan ini pun kita perlu adanya ikatan ukhuwah untuk senantiasa bergerak bersama dalam satu kesatuan amal. Pernah terlintas sebelumnya, Nabi Muhammad, Rasul kita- sholawat serta salam- dengan segala keutamaan beliau, beliau tetap “membuat tim” untuk berdakwah, menyebarkan kebaikan Islam ke seluruh penjuru bumi Allah. Apalagi kita? Yang dengan segala kekuranganya, kita sangat perlu untuk berjuang bersama berjamaah saling ingatkan, saling belajar, saling menasehati. Tidak ada pilihan untuk bergerak sendiri!


“Dunia makin rumit, mari sederhanakan dengan kejernihan pikir, diiringi kebeningan hati bersama tegakan kalimat tauhiid di bumi Allah”


Renungan malam

Saya baru sadar, kenapa para senior-yang sudah dilantik. Selalu bincang seru jika bahas cilember, waktu senior-senior itu bicara saya hanya bisa bilang “ohh..” “ko bisa?” “segitunya ya?..belum bisa ngerasain kondisinya. Dan NAH!. karaos pisan, pas naik dari base camp ke curug 5 dan dilanjutkan perjalanan menuju curug 2. Allahu Akbar. Teringat kata nabi, “Allah lebih mencintai muslim yang kuat daripada muslim yang lemah, qowwiyul Jism”. Jadi, salah satu tekad bakda cilember, harus dirutinkan lagi penguatan jasmaniah.
*elus-elus perut yang semakin maksimal*



Sampai lahan yang disediakan untuk saya solo bivouac, dan ditinggal sendirian. Terasa juga, nasihat Hasan Al basri:

“Yang aku tau bahwa amalku tidak akan dikerjakan orang lain,maka aku bersungguh2 dalam mengerjakanya.
Yang aku tau bahwa rezekiku sudah disiapkan,maka aku tenang dalam menjemputnya
Yang aku tau bahwa kematian telah menunggu, maka aku sungguh2 dalam persiapan mendatanginya.”


Selama proses dari pembuatan tenda, hingga selesai di dekat waktu subuh saya coba korelasikan dengan masa akhir kehidupan,
-diwaktu sore dekat ke maghrib
membangun tenda sederhana di waktu sore, beramal diakhir waktu kehidupan hingga jelang kematian, yang memiliki arti lain, waktu kita hidup tak lama lagi, bersegeralah!.
-menunggu datangnya subuh, seperti layaknya sedang di alam kubur yang menunggu hari akhir, dipanggil dibangunkan.
-saat diberi rezeki(makan malam) diwaktu bakda isya, seperti layaknya mendapat rezeki doa dari orang-orang shalih yang mendoakan kita saat wafat.

Bahwa proses pembuatan tenda sederhana dengan ponco,saya bersegera-segera sebelum waktu malam agar tidak begitu kesulitan dalam membuat ikatan dan buat pasak, Alhamdulillah Allah hadirkan pacet juga lebih cepat :), diluar dugaan pacet datang menyerang sebelum magrib, di sela kaki dan sudah sampai punggung, jadi setelah buat tenda langsung pakai senjata,tools yang sudah disarankan dari para senior, minyak tawon olesi keseluruh tubuh, dengan sigap gunakan “sarung bag” untuk bersih-bersih badan. Masuk ke waktu maghrib mulai terasa, kesendirian ini, tidak ada perangkat dunia yang menyertai, (maaf) semua pencapaian di dunia, gelar, harta ga banyak berguna. Percis dengan ilustrasi yang saya sampaikan sebelumnya. Untungnya serka Kurniawan, ingatkan saya,Naik ke atas hanya bawa barang yang penting-penting saja, jadi rugi juga klo ke atas bawa barang-barang tidak penting, selain memberatkan sudah pasti merepotkan. Di kehidupan pun sama, kita baiknya fokus persiapkan dan kerjakan yang penting-penting, yang pasti manfaat untuk kehidupan kelak.

Sepanjang malam gelisah, bagaimana nanti di kehidupan kubur, pastinya lebih mencekam daripada ini, terlebih amal perbuatan saya buruk, ditemani si buruk rupa hingga sangkakala dibunyikan, naudzubillah. Namun betapa bahagianya dia yang beramal shalih, sepanjang waktu tunggu ditemani si jelita rupa, hingga Allah berjanji dan beri wangi dan aroma syurga seperti berada di taman-taman syurga. Namun saat-saat menunggu itu ada rezeki yang datang(yang disini datangnya makan malam) saat di alam kubur pun, kita berpeluang mendapat rezeki atas amal-amal yang Allah ridhoi;1. Amal jariyah, 2. Ilmu yang bermanfaat, 3.Anak shalih yang senantiasa mendoakan(doakan saya ya yg ketiga ini dipastikan belum ada, jadi kesempatan baru sampai no2). Yang Nabi ilustrasikan, ketika datangnya rezeki saat di alam kubur adalah, terangnya kubur, lapangnya kubur hingga terasa seperti taman-taman syurga. Sampai terbit waktu fajar, istighfar semoga Allah berikan ampunan, dan beri kekutan untuk senantiasa diberi kesempatan ibadah dengan baik, beramal dengan sungguh-sungguh, dan kesempatan untuk berdoa maksimal. Hingga tersadar selesai subuh, nasihat dari hasan al banna:

“sesungguhnya amanah kita banyak, dan waktu yang disediakan begitu sempit. Sehingga bersegeralah berbuat kebaikan, karena diam adalah kematian”


Pendidikan ini selama 2 bulan, jika kita sesakmai proses tarbiyah dzatiyah, kata KAng Dadang; proses pendidikan perbaikan diri terus berlangsung, mengajarkan kita untuk senantiasa belajar, 7B, bahwa hidup ini peralihan dari masalah ke masalah. Bersiap untuk selesaikan satu per satu, bukankah kita dilahirkan ke dunia ini sebagai khalifah untuk selesaikan masalah? :D

Semoga tulisan ini ada hal yang bisa diambil manfaat atas refleksi puncak dari diklatsar STF.

Salam penuh cinta
@andryanuar