Kamis, 29 Mei 2014

"katakan yang benar walaupun pahit"



3 minggu ini melihat Timeline twitter saya merasa risih, disaat hiruk pikuk dunia maya berseliweran info tentang calon pemimpin negeri ini, tak sedikit sang simpatisan yang bukan memunculkan visi, ide, gagasan dari sang idaman malah lebih banyak mengangkat isu-isu negative tentang lawan calon. Dengan harapan yang belum menentukan pilihan bisa segera menentukan pilihanya setelah mengetahui “keburukan” dari calon tandinganya tersebut.

Sederhananya, memilih pemimpin yang amanah, jujur, dan adil itu wajib bagi kita, terlepas sistem pemilihan yang ada di negeri ini belum sempurna. Namun mensyiarkan pemimpin yang sholeh pun wajib dengan menggunakan kata-kata, sikap yang santun dan berakhlak mulia, sehingga hati tetap terjaga dari kekotroan sikap ujub, dan fitnah terhadap syiar-syiar yang dilakukan. Ingat,momentum ini terjadi hanya 5tahun sekali, jangan sampai kakotoran hati kedengkian hati terbawa oleh sepanjang hidup kita sampai mati. NA’udzubillah.

Ada kisah menarik yang saya baca di buku dalam dekapan ukhuwah nya mas salim a fillah, semoga kita dapat mengambil hikmah dari cerita seorang sahabat dalam mengamalkan hadits nabi.


Muhammad ibn Sirin, ‘alim besar murid Anas ibn Malik rodhiyallohu ‘anhu itu terpekik. “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun,” gumamnya. Dia baru saja membuka salah satu dari empat puluh kaleng besar minyak zaitun yang dikulaknya dari pemasok dengan berhutang. Tak tanggung-tanggung, nilai akadnya kali ini 40.000 dirham. Yang membuat dia terkejut di pagi itu adalah bahwa di dalam kaleng pertama yang dibukanya, dia menemukan bangkai tikus.

“Seluruh minyak ini,” ujarnya kepada seorang pelayan, “Dibuat di tempat penyulingan yang sama. Aku khawatir bahwa najis bangkai ini telah mencemari keseluruhan minyak. Maka buanglah semuanya!”

Dan saat itu modal di tangan Muhammad ibn Sirin sedang nihil. Rencananya, untuk pembayaran minyak itu dia akan memakai hasil penjualan nantinya. Maka dengan peristiwa ini, prakiraannya meleset. Dan sang tengkulak pun mengadukannya ke pengadilan.

Muhammad ibn Sirin ridho dengan pemidanaannya. Hakim memutuskan, dia harus dijebloskan ke penjara. Penduduk kota merasa berat dan sedih mendengar vonis yang dijatuhkan pada ulama yang sangat terhormat itu. Ya, beliau harus menanggung hukuman bukan karena salah atau dosa. Melainkan justru karena sifat waro’-nya yang membuat beliau sangat menjaga diri dari syubhat. Beliau mengatakan yang benar meski pahit.

Para warga mengantar Muhammad ibn Sirin ke penjara dengan linangan air mata.

Di dalam penjara, sipir yang bertugas juga merasa iba padanya. Tiap hari dia menyaksikan Muhammad ibn Sirin menangis ketika beristighfar, sholat, dan membaca al-Qur’an. “Wahai Syaikh,” satu hari dia menawarkan, “Bagaimana seandainya kuizinkan engkau untuk pulang ke rumahmu setiap malam tiba dan datanglah kembali ke penjara ini seusai shubuh?”

“Jika engkau melakukan itu,” kata Muhammad ibn Sirin sambil tersenyum, “Engkau akan menjadi seorang yang khianat. Demi Alloh, aku ridho berada di tempat ini.”

Tapi satu saat sang penjaga mengatakan bahwa Gubernur dan Pengadilan memerintahkan dan memberinya izin untuk keluar guna mengurus jenazah Anas ibn Malik sesuai dengan wasiat shohabat Rosululloh tersebut. “Aku berada di sini,” jawab Muhammad ibn Sirin, “Bukan karena Gubernur dan Pengadilan. Melainkan karena hutangku pada seorang pedagang. Tolong sampaikan padanya perkara ini. Jika dia mengizinkan aku keluar untuk mengurus jenazah guruku, insya Alloh aku akan melakukannya. Dan sampaikan padanya rasa syukur dan terima kasihku.”

Maka pedagang itu pun dimintai izin, dan dia merelakan.

Seusai mengurus jenazah gurunya, Muhammad ibn Sirin kembali ke penjara. Dia selesaikan seluruh sisa hukumannya dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Alloh.


“Katakan yang benar,” begitu Rosululloh bersabda dalam riwayat al-Baihaqi dari Abu Dzar al-Ghiffari, “Meskipun pahit.” Beberapa ulama fiqh memasukkan hadits ini dalam pembahasan Kitaabut Tijaaroh, kitab perdagangan. Khususnya bab tentang para pedagang. Konteksnya adalah, agar para pedagang berlaku jujur dan terbuka terkait keadaan barang dagangannya.

Sikap ini, mengatakan yang benar meski pahit, sungguh beresiko tinggi bagi sang niagawan. Jika yang bersangkutan mendapatkan barang yang diambilnya dengan harga beli tinggi ternyata tak sesuai dengan kualitas yang dibayangkannya lalu dia harus berkata jujur dan terbuka pada para pembelinya, tentu saja dia dimungkinkan tak mendapatkan keuntungan, merugi, dan bahkan bangkrut. Padahal, bisa saja dia telah ditipu sebelumnya sehingga dia mau membeli barang tersebut. Sedangkan ketika akan menjualnya, dia terbentur kejujuran yang harus dijunjungnya.

Itulah Islam. Dengan kemuliaannya selalu ingin menjaga nilai-nilai kebaikan. Kejujuran para pedagang itu insya Alloh akan memutuskan matarantai ketertipuan sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap para penyedia barang dan jasa. Maka para pedagang itu hendaknya mengatakan yang benar meski pahit.

Dalam kasus Muhammad ibn Sirin, yang terjadi memang bukan penipuan. Tetapi dia juga tak ingin para pembelinya menanggung keraguan atas najis tidaknya minyak itu. Dia sebenarnya punya banyak pilihan. Misalnya dengan menimpakan kesalahan pada pemasoknya. Atau dengan hanya membuang satu kaleng yang didapati bangkai di dalamnya dan tetap menjual yang lain. Tetapi Muhammad ibn Sirin mencontohkan jalan yang lebih tinggi dari sekedar mengatakan yang benar meski pahit. Dia menjaga amanahnya dari ancaman syubhat yang paling halus.

Kita mendapat pelajaran berharga dari sabda Sang Nabi dalam riwayat Imam al-Baihaqi ini. Jika para pedagang mengatakan yang benar meski pahit, dalam kasus mereka, bagi siapakah kepahitan yang dimaksud oleh hadits ini? Benar. Kepahitan itu bagi yang mengucapkannya. Katakan yang benar, meski dengan demikian kita yang mengucapkannya merasa sakit, menanggung rugi, dan bahkan ditimpa bangkrut. Kepahitan itu sama sekali bukan bagi yang mendengarnya. Sebab andai begitu, sabda beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mungkin akan berbunyi, “Dengarkanlah yang benar, meskipun pahit


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Cerita diatas, menurut Mas Salim, konteksnya bukan hanya di perdagangan murni, tapi transaksi yang lain, seperti halnya jasa, kerja dikantor dll.

Minggu, 25 Mei 2014

Jodoh dan berjodoh

Jodoh dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia, menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia.

Allah tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah! Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi Allah.

Justru karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, kapan bertemunya, bagaimana akhir kisahnya di dunia dan akhirat: maka hidup kita menjadi lebih indah, berwarna dan bermakna. Karena kita akan menjalani kemanusiaan kita dengan tetap menjadi hamba Allah. Menikmati indahnya berjuang, menikmati kesungguh-sungguhan ikhtiar, menikmati indahnya meminta pada Allah, menikmati indahnya memohon pertolongan pada Allah, menikmati indahnya bersabar, menikmati ‘kejutan’-kejutan yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita

Kita tidak bisa mengajukan proposal pada Allah. Kita tidak bisa memaksa Allah: pokoknya dia ya Allah, maunya kau dia yang jadi jodohku ya Allah. Kita tidak bisa menguasai dalamnya hati manusia, kita tak bisa membatasi akal pikiran manusia. Ya karena kita tidak berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia, atas berbolak-baliknya hati manusia: karena itu kita tak boleh melabuhkan cinta terbesar kita pada manusia.

Kita labuhkan saja cinta terbesar kita pada Allah, yang dengan kecintaan itu lalu Allah melabuhkan cinta manusia yang bertaqwa dalam hati kita. Sehingga taqwa itu yang membuat kita berjodoh dengan orang yang bisa menumbuhsuburkan cinta kita pada Allah. Karena taqwa yang dirajut selama pernikahan yang barakah itu, mudah-mudahan kita berjodoh hingga ke surga. Bukankah ini lebih indah?

Sungguh jodoh tidak berjalan linier di atas garis kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedekatan geografis. “Rumus jodoh’ bukan ditentukan oleh hukum kepantasan manusia. Karena manusia hanya tahu permukaannya, berpikir dalam kesempitan ilmunya, memutuskan dalam pengaruh hawa nafsunya. ‘Rumus jodoh’ semata-mata kepunyaan Allah. Karena itu, sebagai hamba kita hanya mampu menerima keputusan Allah.

Menyiapkan diri untuk menerima apapun keputusan Allah. Menyiapkan seluas-luas kesabaran, keikhlasan, sebesar-besar keimanan untuk menerima ‘jatah jodoh’ yang berupa pendamping hidup, rezeki, dan lainnya.
Ya, menunggulah dalam kesibukan memperbaiki diri. Menunggulah dalam kesibukan beramal shalih, persubur silaturahim dan mendoakan saudara seiman.

Kita tidak bisa mempersiapkan orang yang akan menjadi jodoh kita. Kita tidak punya kendali untuk mengatur orang yang ‘akan jadi jodoh kita’. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita. Membekali diri dengan segala kemampuan, keterampilan, sikap hati untuk menjalankan peran-peran dalam pernikahan. Ketika saat itu tiba, ijab qabul sah, seketika itu seperangkat peran diserahkan di pundak kita. Allah menyaksikan! Seketika itu kita akan menjadi istri/suami, menantu, ipar, anggota masyarakat baru. Dan seketika itu pula, tak cukup lagi waktu mempersiapkan diri. Ya, pernikahan bukan awal, jadi jangan berpikir untuk baru belajar, baru berubah setelah menikah.

Hidup itu adalah seni menerima, bukan semata-mata pasrah. Tapi penerimaan yang membuat kita tetap berjuang untuk mendapatkan ridha Allah. Karena apapun yang kita terima dari Allah, semuanya adalah pemberian, harta adalah pemberian, pendamping hidup adalah pemberian, ilmu, anak-anak, kasih sayang, cinta dan semua yang kita miliki hakikatnya adalah pemberian Allah. Semuanya adalah ujian yang mengantarkan kita pada perjuangan mendapatkan keridhaan Allah. Menerima dan bersyukur adalah kunci bahagia, bukan berburuk sangka dan berandai-andai atas apa yang belum diberikan Allah.

“Dan apa saja yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal, tidakkah kamu mengerti” (QS. al-Qashash: 60)

Menikah bukan akhir, bukan awal, ia setengah perjuangan. Pernikahan berarti peran baru, tanggungjawab baru, tantangan baru: bagian dari daftar yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban dari kita di yaumil akhir.
Tentang berjodoh itu, adalah tentang waktu, tentang tempat, tentang masa. Dan yang kita sebutkan tadi semua ada dalam genggaman Allah. Bukankah dalam surat al-ashr Allah bersumpah dengan waktu. “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Ya, agar tak bosan, resah dan merugi saat menanti saat walimah tiba, sibuklah memperbaiki iman, amal dan tetap setia dalam kebenaran dan kesabaran.

Menikah dan mendapat pendamping hidup itu tidak pasti, ada banyak orang yang meninggal ketika masih bayi atau remaja. Tapi Mati itu sebuah kepastian. Orang yang menikah pun juga akan mati. Jangan terlalu galau, ada perkara yang lebih besar dari sekedar status menikah atau tidak menikah. Hidup itu bukan semata-mata perjuangan mendapatkan pendamping hidup. Karena yang telah menikah pun, harus terus berjuang agar mereka diberikan rahmat oleh Allah untuk tetap ‘berjodoh’ hingga ke surga, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini :
“(Yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar Ra’du 23-24).

-repost dari seorang teman yg 'alim dan sedikit tambahan-
Sepenuh cinta

@andryanuar

pemaknaan hijrah

Pertemuan kemarin mendapat ilmu mengenai makna hijrah. Hijrah sendiri setidanya memiliki 4 makna yaitu:
1. Hijrah meninggalkan sesuatu, menjauhi sesuatu, memandang sesuatu hal yang lalu.
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.(QS. 73:10)”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Muhammad SAW supaya sabar serta menahan diri menghadapi orang-orang musyrik yang melontarkan kata-kata yang tidak senonoh terhadap dirinya dan Tuhannya, karena kesabaran membawa kepada tercapainya cita-cita. Dan supaya Muhammad SAW memutuskan pergaulan dengan orang-orang yang seperti itu dengan bijaksana tanpa melontarkan cercaan terhadap mereka. Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya, Allah berfirman:

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. “
(Q.S. Al-An'am: 68)

“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. “
(Q.S. An Najm: 29)

“Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. “
(Q.S. An Nisa': 63)

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.( Q.S An.Nisa:100)

Selain kisah-kisah diatas banyak kisah lain seperti kisah NAbi Luth, dan ashabul kahfi,namun pemaknaan diatas kita dapat mengambil hikmah bahwa jika kita pada saat ini berada dalam lingkungan yang buruk dan ketiada berdayaan kita untuk mengubahnya maka pergilah, dan pergilah dengan meninggalkan tempat yang lama dengan perkataan-perkataan yang baik. Meninggalkan lingkungan itu bukan hanya meningglakan tempat tinggal saja, tapi bisa jadi missal teman-teman yang buruk, organisasi yang buruk, tepat kerja yang buruk dan sebagainya.



2. Hijrah; penyucian diri, mensucikan diri, pembersihan diri
Ada kisah menarik dalam hal pemaknaan hijrah yang kedua ini. Kisah nya seperti berikut:
Dalam suatu kisah, ada seorang pendosa yang telah membunuh 99 orang, suatu ketika ia merasa ingin bertobat, tapi ia sendiri bingung apakah dosanya akan terampuni karena ia telah membunuh orang sebanyak 99. Suatu ketika, ia mendatangi seorang ahli ibadah, ia bertanya, “wahai ustadz, aku telah membunuh 99 orang, apakah dosaku bisa terampuni??” Maka sang ahli ibadah pun menjawab, “Ohh.. tidak bisa karena dosamu sudah teramat besar” Mendengar hal tersebut, pembunuh itu lantas membunuh sang ustadz dan genaplah ia telah membunuh 100 orang.(pelajaran tidak semua orang ahli ibadah mampu menjawab persoalan agama) Kemudian pada kejadian lain ia kembali menemui seorang ‘alim, sama seperti sebelumnya, ia bertanya, “Wahai ustadz, aku telah membunuh 100 orang, apakah dosaku bisa terampuni??” Maka sang ustadz menjawab, “Tentu, bertaubatlah dengan taubatan nashuha, taubat yang sebenar-benarnya, Maka Allah akan mengampuni mu. Saran saya pergilah dari tempat tinggalmu sekarang ke tempat yang belum engkau singgahi dan orang-orang yang belum engkau kenali”

Akhirnya pembunuh itu memutuskan pergi ke tempat sesuai arahan sang Ustadz untuk melakukan taubatan nashuha. Namun ternyata Allah memiliki rencana lain, masih dalam perjalanan, ternyata ajal telah lebih dahulu menjemputnya sehingga datanglah dua malaikat yakni malaikat Rahmat dan malaikat azab. Malaikat azab berkata, “ia adalah calon penghuni neraka”, namun malaikat rahmat menjawab, “Tidak!! Meskipun dalam hidupnya ia terus melakukan maksiat, namun dia mati dalam keadaan berniat untuk taubat, maka ia pantas masuk ke surga”. Akhirnya Allah menyuruh kedua malaikat tersebut untuk mengukur jarak keberadaan si pembunuh dengan tujuan dan jarak antara si pembunuh dengan rumah sang ustadz. Namun subhanallah, dengan rahmat Allah bumipun terlipat sehinggalah jarak pembunuh ke masjid lebih dekat dibanding jarak pembunuh dengan rumah sang ustadz.
Maka salah satu cara ingin membersihkan jiwa adalah dengan menghijrahkan diri dengan banyak bertaubat dan berkumpul dengan oran-orang yang shaleh

3. Pemaknaan hirah yang ketiga adalah berpindah diri untuk mengembangkan potensi diri, atau berpindah diri untuk mensyiarkan agama Allah.
Ada ungkapan dari Imam Asy-syafi’I yang baik kita simak:
Orang yang berakal dan beradab tidak pantas bermalas-malas,
Karenanya tinggalkanlah kampung halaman dan merantaulah di nigeri orang.

Pergilah maka akan kau temukan Orang seperti yang kau tinggalkan
Dan bersungguh-sungguhlah sebab kelezatan itu muncul setelah kesusahan.

Telah kuperhatikan bahwa air yang tidak mengalir itu akan merusak.
Jika ia mengalir maka ia akan jernih. Namun jika ia tidak mengalir maka ia akan keruh.

Singa pun akan menjadi buas apabila ia keluar dari sarangnya.
Panah juga tidak mengenai sasaran apabila tidak lepas dari busurnya.

Andaikan matahari itu berhenti dan tetap berada di porosnya.
Orang pun merasa bosan baik Arab maupun Asing.

Emas pun seperti debu bertebar di sela-sela tanah.
Dan cendana yang ditengah hutan sama seperti kayu bakar.

Apabila yang ini mau merantau akan mulia yang ia cari.
Apabila yang mau tinggalkan negerinya ia akan mulia bagaikan emas

Bagi saya pribadi tiga hal makna hijarah diatas sedang berlangsung, termasuk yang ketiga ini. Berpindah untuk mengembangkan diri itu perlu, terutama jika potensi kita telah dibatasi di area kerja kita(baca: resign). Mudah-mudahan setelah mengetahui ada anjuran tentang ini saya segerakan untuk itu. :)
Baik pemaknaan hijrah yang terakhir yang tidak dapat diulang dan tidak aka nada kejadian lagi adalah, hijrahnya zaman nabi, hijrah dari mekkah ke madinah , mekkah ke abasyah dan ditutup makna hijrah keempat ini dengan fathul mekkah.
BAik mudah-mudahan sedikit tulisan dari kajian majlis jejak nabi kemarin di pondok indah bisa bermanfaat

Salam penuh cinta
@andryanuar